UIN Sunan Ampel Tanam 500 Bibit Mangrove, Dukung Target Net Zero Carbon di Trenggalek

TGX News – Pusat Studi Lingkungan dan Kebencanaan, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN Sunan Ampel Surabaya melakukan penanaman 500 bibit mangrove di pesisir Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Trenggalek.

Kegiatan pada 18 Februari 2025 ini bertujuan untuk mengembalikan ekosistem pesisir yang mengalami degradasi serta mendukung target Net Zero Carbon Kabupaten Trenggalek.

Rehabilitasi Lahan Kritis Bekas Tambak

Dr. M. Irfan Hadi, Kepala Pusat Studi Lingkungan dan Kebencanaan UIN Sunan Ampel Surabaya, menjelaskan bahwa aksi ini merupakan langkah strategis dalam rehabilitasi lahan kritis bekas tambak yang telah mengalami kerusakan lingkungan.

“Penanaman mangrove ini tidak hanya bermanfaat dalam mencegah abrasi dan meningkatkan serapan karbon dioksida, tetapi juga menciptakan habitat yang mendukung kehidupan biota laut. Ini adalah investasi jangka panjang untuk keberlanjutan ekosistem pesisir,” ujar Dr. Irfan.

Penanaman bibit mangrove menggunakan metode tanam langsung dengan spesies Rhizophora mucronata. Kegiatan ini melibatkan Kelompok Masyarakat Pengawas Mangrove Ngambal, perangkat desa, serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Anggaran sebesar Rp 15 juta dialokasikan untuk pembelian bibit, peralatan, serta pelaksanaan kegiatan.

Secara keseluruhan, bibit mangrove ditanam di tiga lokasi dengan luas lahan kritis mencapai 914,11 meter persegi. Program ini diperkirakan mampu menyerap karbon hingga 3.732,5 kg CO₂ per tahun, sehingga berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca di Trenggalek.

Tantangan dalam Rehabilitasi Mangrove

Meski berjalan sesuai rencana, proyek ini menghadapi beberapa kendala, terutama keterbatasan sumber daya manusia dalam pemantauan dan perawatan pasca-penanaman.

“Kelompok Masyarakat Pengawas Mangrove Ngambal hanya terdiri dari dua orang, sehingga tenaga kerja untuk perawatan sangat terbatas. Selain itu, bantuan bibit sering kali tidak diimbangi dengan dukungan untuk pemeliharaan, yang dapat mengurangi tingkat keberhasilan restorasi,” jelas Dr. Irfan.

Selain itu, kurangnya edukasi masyarakat mengenai manfaat mangrove juga menjadi tantangan. Banyak lahan tambak yang terbengkalai namun masih dimiliki secara pribadi, dengan pemilik yang belum memahami manfaat mangrove dalam jangka panjang.

Strategi Ke Depan: Kolaborasi dan Regulasi

Agar program lebih efektif dan berkelanjutan, UIN Sunan Ampel merekomendasikan beberapa langkah strategis, antara lain:

1. Peningkatan kapasitas kelompok pengawas – Menambah jumlah anggota serta memberikan pelatihan terkait pengelolaan dan perawatan mangrove.

2. Dukungan perawatan dari pemerintah dan lembaga terkait – Mendorong bantuan dalam bentuk tenaga kerja, pendanaan, atau teknologi sederhana untuk keberlanjutan program.

3. Sosialisasi dan edukasi bagi pemilik lahan – Memberikan pemahaman tentang manfaat mangrove dari sisi lingkungan dan ekonomi.

4. Penyusunan regulasi dan insentif bagi pemilik lahan – Merancang kebijakan yang memberikan insentif bagi masyarakat yang bersedia mengonversi lahannya menjadi ekosistem mangrove.

5. Kolaborasi dengan sektor swasta dan akademisi – Mengajak pihak swasta dan perguruan tinggi untuk berperan dalam penelitian serta pendanaan rehabilitasi mangrove di Trenggalek.

Dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk kesuksesan program ini, rehabilitasi ekosistem mangrove di Trenggalek diharapkan dapat menjadi model konservasi berbasis masyarakat yang berkelanjutan.

Artikel Lainnya